Selasa, 21 Desember 2010

Gedung putih

Banyak yang tidak tahu bahwa ada sebuah gedung tua amat bersejarah di Indonesia yang mempunyai julukan dalam bahasa Belanda Witte Huis yang sama dengan istilah White House dalam bahasa Inggris. Mungkin banyak yang menebak gedung tersebut adalah Istana Merdeka, ternyata bukanlah Istana Merdeka yang dimaksud. Witte Huis yang sering disebut juga Groote Huis (Rumah Besar) merupakan saksi bisu sejarah sejak kebangkrutan VOC, masa kolonial Belanda, masa pendudukan Inggris, jaman Jepang dan perjalanan panjang Indonesia dari berdiri hingga saat ini.

Pada masa penjajahan Belanda gedung ini dikenal juga dengan nama Paleis Te Weltevreden (Istana Weltevreden). Welteverden yang berarti “benar-benar puas” adalah area yang digunakan sebagai pusat pemerintahan dan militer dimana cakupannya terdiri dari Gambir dan Lapangan Banteng sekarang batasnya sebelah utara Postweg dan Schoolweg (kini Jl Pos dan Jl Dr Sutomo di Pasar Baru), sebelah timur de Grote Zuidenweg (Gunung Sahari – Pasar Senen), dan selatan Kramat Raya sampai Parapatan. Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memindahkan pusat pemerintahan dari daerah Kota Batavia Lama (sekarang kawasan Kota Tua) ke Weltevreden pada 1808 dikarenakan wabah penyakit yang melanda kalangan Belanda saat itu akibat lingkungan yang tidak bersahabat di daerah Kota Tua sekarang. Bahkan Batavia sampai mendapat julukan Het Graf der Hollander (kuburan orang Belanda).
Lapangan Gambir (sekarang Monas) adalah sebuah lapangan terluas di dunia yang sempat bernama Lapangan Buffelsveld (lapangan kerbau), Champs de Mars , Koningsplein (Lapangan Raja) dan Lapangan Ikada lebih luas dari lapangan Santo Pietro di Vatikan, lebih luas daripada Tian An Men di Beijing bahkan Lapangan Merah di Moskow dan Lapangan Champs-Élysées di Paris.
Sementara Lapangan Banteng sendiri mendapatkan namanya ketika Bung Karno akan membangun Tugu Pembebasan Irian barat ia terkenal dengan ucapan “Kita adalah bangsa banteng, bukan bangsa tempe” nama pertama Lapangan Banteng adalah Paviljoenveld atau Lapangan Pavilioen dikarenakan pemilik pertamanya seorang pedagang VOC yang bernama Antony Pavillioen dimana pada saat itu (pertengahan abad 17) masih berupa hutan belukar yang penuh dengan binatang buas. Pada masa kampanye Pemilu 1955 terjadi peristiwa lucu di Lapangan Banteng ketika PKI berkampanye jurkamnya menyatakan, ”Jangan pilih Masyumi, nanti Lapangan Banteng diganti jadi Lapangan Onta.” Kemudian giliran jurkam Masyumi membalas, ”Jangan pilih PKI nanti Lapangan Banteng diganti menjadi Lapangan Merah.”
Saat ini Paleis Te Weltevreden lebih dikenal dengan nama Gedung Induk Departemen Keuangan dengan alamat resmi Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4 Jakarta Pusat 10710. Gedung ini menampilkan bentuk arsitektur Doric pada tiang-tiang dan pilar Lantai dasar dan Lantai II sementara tiang dan pilar di Lantai III menggunakan gaya Ionic.



Di bagian dasar Gedung dekat tangga untuk naik ke lantai II ada sebuah batu dengan tulisan :

Batu tersebut merupakan batu terakhir pembangunan Gedung ini. Bila diartikan baris pertama berarti tahun gedung ini mulai dibangun tahun 1809, baris kedua yang memprakarsai pembangunan gedung ini yaitu Gubernur Jenderal Daendels. Pada baris ketiga tahun selesainya dibangun 1828 dan pada baris keempat Gubernur Jenderal yang berkuasa saat pembangunan selesai yaitu Gubernur Jenderal Du Bus (Leonardus Petrus Josephus Burggraaf Du Bus de Ghisignies). Total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan Gedung ini adalah 19 tahun (di website Depkeu ada kesalahan ketik dimana disebutkan 29 tahun). Proses pembangunan Gedung ini sendiri dikepalai oleh seorang perwira Belanda yang bernama Letnan Kolonel J.C. Schultze, yang pernah terlibat juga membangun gedung Societeit De Harmonie (sudah dihancurkan pada 1985 untuk perluasan Jalan Majapahit). Banyak dari bahan bangunan yang digunakan dalam pembangunan Paleis Te Weltevreden berasal dari bahan-bahan bekas bangunan Kastil Batavia (yang letaknya di Jalan Pasar Ikan sekarang).
Sejarah Witte Huis dapat dibaca juga di Sejarah Departemen Keuangan perhatikan pada bagian dengan judul Gedung Kuno Itu.
Ada rencana Gedung bersejarah ini akan dijadikan Museum Keuangan, sementara berbagai unit Departemen Keuangan dan Menko Ekuin yang masih berkantor di Gedung Induk akan dipindahkan ke Gedung baru yang sedang dibangun oleh Departemen Keuangan di bekas Komplek Siliwangi (Komplek perumahan anggota TNI-AD yang bertugas di Kodam Jaya/dahulu Kodam Siliwangi) tepat di seberang komplek Gedung Induk yaitu Gedung E Depkeu Tower I dan Tower II. Dalam foto dibawah tampak suasana pagi Gedung Induk, Gedung Utama dan Gedung E Depkeu Tower I yang telah selesai dibangun dan sudah digunakan (Tower II masih dalam proses pembangunan).